Islam dimulai dengan ajaran Muhammad saw., di tempat kelahirannya
Mekkah; sifat-sifat yang menjadi ciri agama baru ini dikembangkan
setelah beliau pindah ke Madinah dalam tahun 622 M. Sebelumnya beliau
wafat sepuluh tahun kemudian, telah jelaslah sudah bahwa Islam bukannya
semata-mata merupakan suatu badan kepercayaan agama pribadi, akan tetapi
Islam meliputi pembinaan suatu masyarakat merdeka, dengan sistem
sendiri tentang pemerintahan, hukum, dan Lembaga Generasi Muslimin
pertama, telah menginsafi bahwa Hijrah adalah satu titik perubahan
penting dalam sejarah. Merekalah yang menetapkan tahun 622 M sebagai
permulaan takwin Islam baru.
Dengan pemerintah yang kuat, cerdas, dan satu kepercayaan yang
menggelorakan semangat penganut-penganut dan tentara-tentara dalam waktu
yang tidak lama, masyarakat baru ini menguasai seluruh Arabia Barat dan
mencari dunia baru untuk ditundukkan.
Setelah sedikit kemunduran pada wafat Muhammad saw., gelombang
penaklukan bergerak dengan cepat di Arabia bagian Utara dan Timur,
berani menyerang kubu-kubu pertahanan di perbatasan kerajaan Romawi
Timur di Syirq al-Ardun dan kerajaan Persia di Irak. Selatan.
Angkatan-angkatan perang kedua kerajaan raksasa ini –karena perang tidak
henti-hentinya– telah kehabisan kekuatan, dikalahkan satu-persatu dalam
suatu rangkaian operasi cepat dan cemerlang. Dalam waktu enam tahun
sesudah Muhammad saw. wafat, seluruh Siria dan Irak diharuskan membayar
upeti kepada Madinah, dan empat tahun kemudian Mesir digabungkan pada
kerajaan Islam baru.
Kemenangan-kemenangan yang mengagumkan tadi, mendahului kemenangan yang
lebih besar lagi akan membawa orang Arab dalam waktu kurang dari satu
abad ke Maroko, Spanyol, Perancis, pintu-pintu kota Konstantinopel, jauh
ke Asia Tengah sampai ke Sungai Indus, membuktikan sifat Islam sebagai
suatu kepercayaan kuat, insaf akan harga diri, dan jaya. Sifat ini
mengakibatkan pendirian yang tidak kenal menyerah dan memusuhi segala
yang ada diluarnya, tetapi menunjukkan toleransi, kesabaran hati yang
luas dalam pelbagai masyarakat, keseganan menuntut orang dari golongan
lain, dan kebesaran hati mereka dalam waktu kegelapan.
Pada tahun 660 M. ibu kota Kerajaan Arab dipindahkan ke Damsyik, tempat
kedudukan baru Khalifah Bani Umayah. Sedangkan Madinah tetap merupakan
pusat pelajaran agama Islam; pemerintah dan kehidupan umum kerajaan
dipengaruhi oleh adat-istiadat Yunani Rumawi Timur. Tingkat pertama
saling pengaruh-mempengaruhi dengan peradaban yang lebih tua ini tidak
hanya dilambangkan dengan dua buah monumen, yang indah sekali dari zaman
Bani Umayahh ialah Mesjid Raya di Damsyik dan Mesjid Al-Aqsa di
Darusalam, akan tetapi kemunculan tiba-tiba cara aliran-aliran baru dan
pendapat yang berlawanan dengan paham resmi di “propinsi-propinsi baru.”
Akibat paling akhir dari pertumbuhan demikian ialah perpecahan antara
lembaga-lembaga agama dan duniawi dalam masyarakat Islam. Pembelahan ini
merusakkan azas duniawi Bani Umayah, dan ditambah dengan rasa
ketidakpuasan para warga negara bukan Arab, dan pecah perang saudara
diantara suku, Arab, menyebabkan jatuhnya tahun 750 M.
Dalam pada itu, perselisihan tadi menjelaskan bahwa dalam abad yang
lampau sejak wafat Muhammad saw. kebudayaan agama Islam telah mengalami
perkembangan dan konsolidasi yang luar biasa, baik, di dalam maupun di
luar Arabia. Seorang guru agama di satu pihak menunjukkan perkembangan
kebatinan pada tingkat tertinggi. Ia menyatakan inti sari yang penting
dan menghidupkan itu dengan kepribadiannya dan keyakinannya sehingga
tampak pada penganutnya sebagai wahyu kebenaran baru..
Itulah sumbangan asasi yang menentukan dari orang Arab terhadap
kebudayaan Islam baru. Terhadap peradaban materiil sokongan mereka
sedikit. Kemajuan materiil baru mulai; dengan cemerlang setelah Bani
Abbas menggantikan Bani Umayah sebagai khalifah, dan mendirikan ibu
kotanya yang baru di Baghdad dalam tahun 762 M. Masa pertama dari
penaklukan wilayah luar Arabia telah lampau, disusul oleh masa perluasan
ke dalam. Abad kesembilan dan kesepuluh Masehi menyaksikan puncak
kemajuan peradaban Islam yang luas dan usaha-usaha yang berhasil.
Kerajinan, perdagangan, kesenian bangunan, dan beberapa kesenian yang
kurang penting, berkembang dengan subur waktu Persia, Mesopotamia,
Siria, dan Mesir, memberikan sokongan mereka dalam usaha serentak.
Kegiatan-kegiatan baru ini menumbuhkan kehidupan intelektual. Sedang
ilmu pengetahuan agama berkembang pada beberapa pusat baru terbesar dari
Samarqand sampai ke Afrika Utara dan Spanyol, kesusasteraan dan pikiran
dengan menggunakan sumber-sumber Yunani, Persia, dan juga India,
melebar ke jurusan baru, seringkali bebas dari tradisi Islam dan banyak
sedikitnya memberontak terhadap kepicikan dan kesempatan sistem kuno.
Dengan dorongan perluasan kaki langit alamiah, kecerdasan pikiran,
keduniawian, dan kerohanian, saling pengaruh mempengaruhi dengan
hebatnya.
Sukarlah untuk menyatakan dengan singkat usaha-usaha bidang intelektual
yang bermacam-macam dalam zaman tersebut. “Ilmu pengetahuan Islam” yang
lain seperti sejarah dan ilmu bahasa, melebar hingga meliputi sejarah
duniawi dan kesusasteraan. Ilmu kedokteran dan ilmu pasti Yunani
disediakan dalam perpustakaan buku-buku terjemahan dan dikembangkan oleh
sarjana Persia dan Arab, khusus ilmu Aljabar, ilmu ukur segitiga, dan
ilmu optik (penglihatan). Ilmu bumi –barangkali yang boleh diumpamakan
barometer kebudayaan yang paling cermat– berkembang pada seluruh
cabangnya, di bidang politik, organik, matematik, astronomik, ilmu alam,
dan pesiar, meluas demikian jauh hingga meliputi negara-negara dan
peradaban bangsa yang jauh letak kediamannya.
Ilmu pengetahuan baru tersebut, boleh dikatakan hanya mengenai
jumbai-jumbai, pinggiran kebudayaan agama, pemasukan ilmu mantik, dan
filsafat Yunani, mau tidak mau menumbuhkan perselisihan paham yang tajam
dan pahit. Pertikaian ini memuncak dalam abad ketiga. Para pemimpin
Islam melihat dasar-dasar kerohanian dibahayakan oleh keingkaran halus
dan cerdik paham rasionalisme murni. Walaupun mereka akhirnya
mengalahkan pelajaran yang berpengaruh Yunani, ilmu filsafat selalu
tetap harus dicurigai dalam pandangan para alim ulama, biarpun ilmu tadi
hanya dipelajari sebagai alat perbantahan dan pembahasan. Lebih
berbahaya ialah akibat kemenangan yaitu pertumbuhan dalam kalangan ahli
agama, semacam perasaan iri hati terhadap usaha para intelektual yang
bercorak murni keduniawian ataupun yang memberanikan diri ke luar dari
bidang pengawasan mereka.
Selain keutamaan segi intelektual dan fungsi dalam pelajaran, syariat
ialah alat yang paling luas pengaruhnya dan paling tepat membentuk
ketertiban sosial dan kehidupan masyarakat bagi bangsa-bangsa Islam.
Oleh karena lengkapnya, maka syariat memberi tekanan yang tidak hentinya
pada segala kegiatan pribadi dan sosial, dan mewujudkan suatu
ukuran-baku yang harus dianut lebih lama, meskipun ada rintangan
kebiasaan kuno dan adat-istiadat yang telah berlaku lama. Khusus suku
nomad dan suku yang diam di pegunungan, berlawanan. Tambahan pula,
syariat memberikan pernyataan praktis dalam memperjuangkan persatuan
yang menjadi ciri Islam. Hukum tadi dalam segala pokok yang penting
adalah seragam, walaupun pelbagai mazhab berbeda dalam beberapa pasal
kecil. Pertumbuhan ini disebabkan karena cita-cita sosial dan cara hidup
di seluruh dunia Islam dalam abad pertengahan menuju arah yang sama.
Syariat lebih dalam mempengaruhi kehidupan hukum Rumawi; karena memiliki
landasan agama dan ancaman hukuman Tuhan, maka syariat adalah pengatur
rohani merupakan suara hati umat Islam dalam semua segi dan kegiatan
kehidupannya.
Tugas hukum syariat ini bertambah besar artinya waktu kehidupan politik
dunia Islam lebih lama menyimpang dari keinginan Muhammad saw. dan
pengganti-pengganti beliau yaitu pemerintahan berdasarkan ketuhanan.
Keruntuhan khalifah Bani Abbas dalam abad kesembilan dan kesepuluh
Masehi membuka pintu tidak hanya bagi kehancuran politik, tetapi juga
bagi perebutan kekuasaan kerajaan oleh pangeran-pangeran setempat dan
gubernur militer, terbit dan tenggelamnya kerajaan-kerajaan yang berumur
pendek, dan berkobarlah perang saudara. Bagaimanapun hebatnya kekuatan
politik dan militer kerajaan Islam itu telah dilemahkan, gengsi moral
hukum syariat lebih dijunjung dan dapat mengutuhkan serta mengukuhkan
bentuk sosial Islam sepanjang pasang surut nasib politik Islam.
Pada akhir, abad kesepuluh Masehi, daerah Islam sedikit lebih luas
dibandingkan pada tahun 750. Semenjak diciptakan suatu peradaban besar,
memuncak kehidupan intelektual, kaya dan cerdas dalam bidang ekonomi,
dipersatukan dengan kukuh oleh syariat yang dihormati; seluruhnya
merupakan penjelmaan kekuasaan Islam rohani dan duniawi. Waktu kekuatan
militernya berkurang, maka sebagaimana juga. terjadi dengan kerajaan
Rumawi enam abad sebelumnya, kerajaan Islam berangsur-angsur dikuasai
oleh bangsa-bangsa biadab dari luar perbatasannya; dan juga seperti
kerajaan Rumawi, mengenakan pada bangsa biadab tadi agamanya, hukumnya,
dan penghormatan terhadap peradabannya.
Bangsa-bangsa biadab itu ialah Turki yang berasal dari Asia Tengah.
Tekanan ke arah Barat membawa orang Bulgar, Magiar, Kumari, Pecineg ke
Rusia Selatan dan Eropa Timur, mendatangkan suku-suku lain ke Iran dan
lebih ke Barat, ke Irak, dan Anatolia. Pekerjaan pengislaman telah
dilakukan, waktu mereka masih diam di tempat asalnya di Asia Tengah;
oleh karena itu, kerajaan Sultan Turki yang didirikan di Asia Barat
mula-mula hanya membawakan sedikit perubahan yang tampak ke luar dalam
kehidupan rumah tangga umat Islam. Akibat pertama adalah perluasan
militer; ke arah Tenggara menuju India Utara, ke arah Barat Laut menuju
Asia Kecil. Pada waktu yang sama, jauh di sebelah Barat, suku Berber
nomad telah membawa Islam, ke tepi dunia Afrika Negro di daerah lembah
Senegal dan Niger sedang buku-buku Arab nomad yang tidak diawasi lagi
oleh kekuasaan khalifah yang terdahulu telah merusakkan dan melengahkan
pusat peradaban yang telah didirikan oleh bangsanya sendiri sebelum di
atas puing runtuhan Afrika Romawi dan Bizantium.
.Mulai abad kesebelas Masehi, ilmu Sufi mengerahkan kebaktian sebagian
besar kegiatan kerohanian umat Islam, dan mendirikan suatu sumber
pembaharuan kepribadian yang sanggup mempertahankan tenaga kebatinan
selama abad-abad sesudahnya penuh dengan kemerosotan politik dan
perekonomian.
Para ahli Sufi, baik sebagai penyiar perseorangan maupun (di kemudian
hari) sebagai anggota dalam gabungan tarekat merupakan pemimpin dalam
tugas mengislamkan orang penyembah berhala, yang tidak beragama, dan
suku yang hanya tipis sekali pengislamannya. Penyebaran agama berhasil
ialah terbanyak oleh kawan sebangsa sendiri dari suku-suku tersebut yang
biasanya kikuk, buta huruf, dan kasar. Merekalah yang meletakkan
dasar-dasar yang memungkinkan generasi kemudian menerima keadaban hukum
syariat dan tauhid yang lebih halus. Berkat pekerjaan mereka, maka dalam
abad-abad berikutnya, batas-batas daerah Islam dapat diperluas di
Afrika, India, dan Indonesia, melintangi Asia Tengah ke Turkestan dan
Tiongkok, dan di beberapa bagian Eropa Tenggara
.
Perkembangan yang digambarkan di muka tadi dipercepat oleh malapetaka
yang berturut-turut terjadi di Asia Barat dalam abad ketiga belas dan
keempat belas. Penyerbuan pertama kaum Mongol penyembah berhala,
membumihanguskan propinsi-propinsi bagian Timur Laut antara 1220 dan
1225 M. Gelombang kedua yang menduduki Persia dan Irak menamatkan
khalifah Baghdad yang bersejarah dalam 1258 M, dan memaksakan seluruh
dunia Islam Timur, terkecuali Mesir, Arabia, dan Siria, membayar upeti
kepada kerajaan Mongol yang besar. Sisa-sisanya diselamatkan oleh
golongan militer terdiri dari “budak belian” Turki dan Kipcak, kaum
Mamluk, yang telah merebut kekuasaan politik di Mesir.
Di bawah pemerintahan Mamluk, peradaban Islam yang lama langsung
berkembang lebih kurang dua setengah abad dalam bidang kesenian benda
(istimewa dalam lapangan seni bangunan dan seni-kerajinan logam), tetapi
disertai kemunduran daya kerohanian dan intelek.
Pada waktu yang sama, di daerah-daerah kekuasaan Mongol hidup kembali
suatu peradaban Islam Persia yang cemerlang pada beberapa segi. Terutama
dalam seni bina dan kesenian halus, termasuk seni lukis dalam bentuk
yang sangat kecil (miniatur); kebudayaan tersebut berakar dalam
kerohanian Sufi. Meskipun kedatangan dua kali “Maut Hitam” dan mengalami
serbuan Timur Lenk dalam abad keempat belas yang menghancurleburkan
Persia, namun kebudayaan Persia mampu memberikan ragam kepada kehidupan
intelektual dari kerajaan-kerajaan Islam baru, –yang dilahirkan pada
kedua sisinya– di Anatolia, Balkan, dan India.
Perluasan kerajaan Dinasti Osman di Asia dan Afrika Utara serta
pembentukan kerajaan Mughal di India dalam abad keenam belas membawa
sebagian besar dunia Islam kebawah pengawasan pemerintahan negara
keduniawian yang kuat, memusatkan kekuasaannya yang besar. Ciri khas
kedua kerajaan tadi ialah menitikberatkan pada pandangan ahli sunah
waljamaah dan hukum syariat. Urusan agama dan urusan ketatanegaraan
tidak dipersatukan karena kebijaksanaan militer dan sipil disusun
menurut garis tidak Islam yang bebas, tetapi dapat saling menyokong
akibat suatu persetujuan yang berlangsung hingga abad kesembilan belas.
Diantara dua saluran kehidupan agama Islam tersebut, saluran Sufilah
yang lebih lebar dan dalam. Abad ketujuh belas dan permulaan abad
kedelapan belas menyaksikan puncak tertinggi tarekat Sufi.
Tarekat-tarekat besar menyebarkan suatu jalinan perhimpunan-perhimpunan
dari mula hingga akhir dunia Islam, sedang perkumpulan-perkumpulan
setempat dan cabang-cabangnya menggabungkan anggota pelbagai golongan
dan kejuruan jadi umat yang bersatu padu. Selain itu, kebudayaan Islam
dalam dua kerajaan tersebut yang hanya hidup atas warisan zaman silam,
dapat memelihara, akan tetapi jarang dapat menambah kekayaan warisan
intelektual tersebut. Tokoh-tokohnya berpendapat bahwa kewajibannya
pertama ialah bukan hanya memperluas, akan tetapi memelihara,
menyatukan, dan menyesuaikan kehidupan sosial atas sendi-sendi nilai
Islam. Dalam batas-batas tersebut kadar persatuan yang telah mereka
capai, dan ketertiban sosial yang dapat dilangsungkan memang menarik
perhatian.
Persatuan itu merupakan suatu kekecualian yang menyolok mata. Dalam
permulaan abad keenam belas, suatu kerajaan baru yang disokong oleh suku
Turki dan Adzerbaijan menaklukan Persia dan menghidupkan kembali Syiah
yang telah mengalami kemunduran, dan meresmikan Syiah sebagai agama
resmi Persia. Selama peperangan dengan Dinasti Osman, orang Turki dari
Asia Tengah, dan orang Mughal, yang semuanya ahli sunah waljamaah, Syiah
dijadikan ciri perasaan nasional Persia. Akibat perpecahan antara
Persia dan tetangganya penting buat semuanya. Umat Islam selanjutnya
dipecah menjadi dua golongan yang terpisah, dan hubungan kebudayaan
antara dua golongan tadi, sejak itu meskipun tidak diputuskan seluruhnya
hanya dapat dilakukan serba sedikit saja. Persia terpaksa terpencil
dalam urusan politik dan agamanya mencukupi kebutuhannya sendiri, yang
akhirnya memiskinkan kehidupan rohani dan budaya mereka. Lebih-lebih
pula waktu kekuatan politiknya mundur, orang suku Afghan dalam abad
kedelapan belas melepaskan hubungan dan mendirikan suatu negara sunah
merdeka.
Di Afrika Barat Daya adanya perasaan kesukuan diantara kedua pihak,
orang Arab dan Berber, menukarkan kegiatan kebudayaan. Aliran ortodoks
dan tarekat Sufi, keduanya dipengaruhi pemujaan orang-orang suci, wali
yang masih hidup setempat (“marabout”). Di Tunisia dan di beberapa kota
lain, sebagian warisan kebudayaan Spanyol Arab tetap dilanjutkan, bahkan
waktu Tunisia dan Aljazair merupakan wilayah bajak laut, setengah
jajahan kerajaan Dinasti Osman. Di Maroko di bawah sultan-sultan (yang
dapat menyelamatkan kedaulatannya hingga 1912), bahkan di Sahara Barat
di bawah kepala suku-suku yang lebih kecil, pelajaran ahli sunah yang
lazim dilanjutkan, dan diperkuat oleh pengaruh yang datang dari daerah
Timur.
Di kepulauan Melayu sendiri, Islam telah beroleh tumpuan di Sumatera dan
Jawa, oleh pedagang-pedagang dalam abad ketiga belas dan keempat belas.
Agama Islam lambat laun membiak, sebagian hasil tindakan panglima
militer, tetapi lebih cepat dengan jalan perembesan damai, khusus di
Jawa. Dari Sumatera, Islam dibawa oleh para perantau ke Semenanjung
Malaya; juga dari Pulau Jawa ke Maluku. Sejak itu agama tersebut
mendapat kedudukan yang lebih kuat di seluruh kepulauan di bagian Timur
hingga ke Pulau Sulu, Mindanao, dan Filipina.
Penyebaran Islam di Tiongkok hingga kini masih terselubung dalam
kegelapan. Kelompok muslimin dalam jumlah agak besar, yang pertama
menetap di sana –barangkali dalam zaman kerajaan Mongol– dalam abad
ketiga belas dan keempat belas. Jumlahnya bertambah besar di bawah
pemerintah Mancu, biarpun ada perasaan permusuhan setempat karena
pemberontakan (kadang-kadang hebat) yang dilakukan oleh kaum muslimin.
Tetapi, hingga kini tidak mungkin menaksirkan jumlahnya.
Hasil bersih dari perluasan selama tiga belas abad ialah Islam sekarang
merupakan agama yang terutama dalam lingkungan daerah luas yang meliputi
Afrika Utara, Asia Barat, hingga bukit Pamir, kemudian ke Timur
meliputi Asia Tengah hingga
Tiongkok, dan ke Selatan ke Pakistan. Di India hanya tinggal
sepersepuluh penduduk yang beragama Islam. Di Semenanjung Malaya, Islam
unggul lagi melewati Indonesia hingga berakhir di Filipina. Di pantai
Barat Lautan India, Islam memanjang ke selatan sebagai lajur yang sempit
dari pantai Afrika hingga Zanzibar dan Tanganyika dengan beberapa
kelompok hingga masuk ke Uni Afrika Selatan. Di Eropa, kelompok-kelompok
muslimin terdapat di sebagian besar negara Balkan dan Rusia Selatan. Di
Amerika Utara dan Amerika Selatan, Islam diwakili oleh kelompok imigran
dari Timur Tengah.
Semua agama besar di dunia, maka Islam –sebelumnya perluasan kegiatan
misi Kristen dalam abad kesembilan belas– meliputi jumlah bangsa yang
terbanyak. Asal mulanya di tengah-tengah orang Arab dan bangsa Semit
lain, kemudian Islam berkembang diantara orang Iran, Kaukasus, orang
kulit putih Laut Tengah, Slavia, Turki, Tartar, Tionghoa, India,
Indonesia, Bantu, dan Negro dari Afrika Barat. Jumlah terbesar sekarang
ialah muslimin dari Pakistan dan India sebanyak 100.000.000.
Disusul oleh orang Melayu dan Indonesia sebanyak 70.000.000. Orang Arab
dan bangsa-bangsa yang berbahasa Arab menyusul dekat dengan 20.000.000.
Muslimin di Asia Barat, 24.000.000, Afghanistan kira-kira 12.000.000,
dan Turki (walaupun Islam bukan agama resmi, masih tetap merupakan agama
rakyat) 20.000.000. Jumlah masyarakat Islam di daerah Asia, Uni Sovyet,
di Turkestan Tiongkok, dan di Tiongkok sendiri sukar ditaksir, tetapi
jumlahnya sekurang-kurangnya 30.000.000. Jumlah muslimin di Afrika Negro
dan Afrika Timur hanya dapat ditaksir dengan kasar 24.000.000.
Akhirnya, kaum muslimin di Balkan dan di Rusia Selatan berjumlah kurang
lebih 3.000.000. Oleh karena itu, Islam dapat menuntut memiliki penganut
350.000.000, atau kira-kira sepertujuh dari taksiran seluruh jumlah
penduduk dunia
Islam di Amerika Serikat Tiap Hari Bertambah Satu Mualaf
”Alhamdulillah kondisi umat Islam di Amerika Serikat baik-baik saja.
Umat Islam terus bertambah banyak di Amerika Serikat, baik sebelum
maupun sebelum peristiwa 11 September,” kata Mohammad Kudaimi, angota
Nawawi Fondation, sebuah lembaga pendidikan yang berbasis di Chicago,
Amerika Serikat. Ia bertutur kepada Republika di sela-sela kunjungannya
ke Pesantren Khusus Yatim As-Syafi’iyah, Jatiwaringin Bekasi, Jawa
Barat, awal bulan ini.
Pria keturunan Syria yang sudah menetap di AS selama lebih dari 25 tahun
itu kini menjadi warga negara AS. Lima tahun belakangan ini, ia aktif
di yayasan itu. Mengutip sebuah koran yang terbit di AS, ia menyebut
Islam merupakan agama yang paling cepat perkembangannya di Amerika
Serikat. bahkan, ia sedikit meralat redaksional tulisan itu. ”Mestinya
juga ditambahkan, setiap harinya di AS, selalu ada warga negara Amerika
yang memeluk Islam,” ujarnya.
Apa yang diungkapkannya, kata dia, adalah fakta sesungguhnya yang
terjadi di AS. Lembaganya turut membantu para mualaf mengikrarkan
syahadat dan membantu mereka memahami Islam dengan lebih baik. Bagi
Kudaimi, sulit untuk memahami fenomena kontradiktif ini.